Kebutuhan pembangunan infrastruktur nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah keterbatasan anggaran Pemerintah serta mendorong partisipasi swasta dalam pengembangan infrastruktur nasional melalui dukungan kebijakan, instrumen dan kerangka fiskal pemerintah.
Kebutuhan pembangunan infrastruktur nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah keterbatasan anggaran Pemerintah serta mendorong partisipasi swasta dalam pengembangan infrastruktur nasional melalui dukungan kebijakan, instrumen dan kerangka fiskal pemerintah.
Sebagai bentuk dukungan tersebut, pada tanggal 30 Desember 2009 Pemerintah Indonesia telah membentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas untuk memberikan penjaminan atas proyek infrastruktur pemerintah yang dikembangkan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Penjaminan PT PII dimaksudkan untuk menjamin risiko politik dari pemerintah baik pusat dan daerah selaku penanggung jawab proyek kerjasama untuk memberikan kepastian dan kenyamanan bagi investor dalam berinvestasi. Keberadaan penjaminan PT PII dapat meningkatkan kepastian partisipasi dan pembiayaan swasta bagi pembangunan infrastruktur Indonesia.
PT PII juga bekerjasama dengan lembaga multilateral internasional untuk meningkatkan kapasitas penjaminan untuk menjamin proyek-proyek infrastruktur nasional berskala besar.
KPBU didefinisikan sebagai kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum. Kerja sama ini mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK), di mana sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak .
Sebagai dasar pelaksanaan KPBU, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur (KPBU). Penerapan KPBU dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengerahan dana swasta, mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu, dan menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat.
Adapun dalam kaitannya Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memprakarsai penyediaan infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha melalui skema KPBU.
Di tengah laju pertumbuhan populasi dan urbanisasi, kebutuhan Indonesia akan infrastruktur berkualitas menjadi tak terelakkan. Jalan tol, pelabuhan, bandara, sistem air bersih, hingga pembangkit listrik adalah urat nadi perekonomian modern. Di sinilah skema KPBU menemukan urgensinya.
Fakta yang tak terbantahkan adalah adanya jurang besar antara kebutuhan investasi infrastruktur dengan kemampuan pendanaan pemerintah. Data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menunjukkan bahwa total kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai sekitar Rp 6.445 triliun. Dari jumlah tersebut, kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD) diperkirakan hanya mampu menutupi sekitar 37%. Sisanya, sebesar 63%, diharapkan datang dari partisipasi BUMN dan terutama, sektor swasta.
Tanpa KPBU, kesenjangan pembiayaan ini akan memperlambat, atau bahkan menghentikan, proyek-proyek vital yang sangat dibutuhkan rakyat. KPBU menjadi instrumen krusial untuk menarik modal swasta dalam dan luar negeri guna menutup defisit pendanaan tersebut.
Proses pengadaan pemerintah yang konvensional terkadang memakan waktu dan birokratis. KPBU, dengan melibatkan swasta sejak tahap awal, seringkali mampu memangkas waktu dari perencanaan hingga operasional. Contoh nyata adalah proyek-proyek strategis seperti Jalan Tol Trans-Jawa atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah yang pembangunannya dapat terakselerasi berkat partisipasi swasta.
Lebih dari itu, fokus pada output memastikan masyarakat menerima layanan yang andal. Dalam proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) KPBU, misalnya, pemerintah tidak membeli pipa, melainkan membeli jaminan bahwa air bersih akan mengalir 24 jam sehari dengan tekanan dan kualitas tertentu ke rumah-rumah warga.
Infrastruktur adalah lokomotif ekonomi. Konektivitas yang lebih baik akan menurunkan biaya logistik, membuat produk dalam negeri lebih kompetitif. Pasokan listrik yang andal akan mendorong pertumbuhan industri manufaktur. Ketersediaan air bersih akan meningkatkan kesehatan dan produktivitas masyarakat.
Setiap proyek KPBU yang berjalan menciptakan efek berganda (multiplier effect). Selama tahap konstruksi, ribuan tenaga kerja terserap. Setelah beroperasi, muncul peluang kerja baru dalam bidang operasional dan pemeliharaan, serta tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru di sekitar infrastruktur tersebut.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa sektor sebagai prioritas utama untuk dikembangkan melalui skema KPBU, antara lain:
Transportasi: Jalan tol, pelabuhan, bandara, jalur kereta api, terminal.
Energi: Pembangkit listrik, transmisi dan distribusi listrik, proyek energi terbarukan.
Sumber Daya Air: Proyek irigasi dan sistem penyediaan air minum (SPAM).
Telekomunikasi dan Informatika: Proyek Palapa Ring yang menyediakan tulang punggung serat optik nasional.
Kesehatan: Pembangunan dan pengelolaan rumah sakit.
Pendidikan: Pembangunan fasilitas pendidikan.
Perumahan Rakyat: Penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Proyek KPBU bukanlah proses yang instan. Ia melewati serangkaian tahapan yang terstruktur dan diatur dengan ketat untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan keberhasilan proyek.
Tahap Perencanaan: Dimulai dari inisiatif pemerintah (PJPK) yang mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur publik. Pada tahap ini, dilakukan studi pendahuluan dan penyusunan Rencana KPBU yang mencakup justifikasi, ruang lingkup, dan skema awal.
Tahap Penyiapan: Ini adalah fase kritis di mana studi kelayakan (Feasibility Study) yang komprehensif dilakukan. Studi ini menganalisis kelayakan teknis, ekonomi, finansial, hukum, dan lingkungan. Hasilnya akan menentukan apakah proyek tersebut "layak" untuk dilanjutkan dengan skema KPBU. Pada tahap ini juga struktur proyek dan alokasi risiko dirancang secara detail.
Tahap Transaksi (Pengadaan): Setelah proyek dinyatakan layak, PJPK akan memulai proses pengadaan atau lelang untuk memilih mitra swasta. Proses ini dilakukan secara terbuka dan kompetitif, dimulai dari prakualifikasi hingga permintaan proposal. Badan usaha yang menawarkan proposal teknis dan finansial terbaik akan ditetapkan sebagai pemenang.
Tahap Konstruksi: Setelah penandatanganan Perjanjian KPBU dan pemenuhan pembiayaan (financial close), badan usaha pemenang akan memulai fase konstruksi sesuai dengan spesifikasi dan jadwal yang telah disepakati.
Tahap Operasi dan Pemeliharaan: Begitu konstruksi selesai, infrastruktur mulai beroperasi. Badan usaha bertanggung jawab penuh atas operasional dan pemeliharaan fasilitas untuk memastikan layanan tersedia sesuai standar kontrak. Di sinilah pengembalian investasi mulai diterima.
Tahap Pengakhiran Perjanjian: Pada akhir masa konsesi, badan usaha akan menyerahkan kembali aset infrastruktur kepada pemerintah. Aset tersebut harus dalam kondisi yang berfungsi baik dan terawat sesuai ketentuan dalam perjanjian, memastikan keberlanjutan layanan bagi publik.
PT PII selaku Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) dibentuk sebagai salah satu upaya Pemerintah mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia, melalui penyediaan jaminan yang dilakukan dengan proses yang akuntabel, transparan dan kredibel. Disamping itu, kehadiran PII sebagai BUPI diharapkan akan mendorong masuknya pendanaan dari swasta untuk sektor infrastruktur di Indonesia melalui peningkatan kelayakan kredit (creditworthiness) proyek KPBU yang dapat berdampak pada penurunan cost of fund dari proyek-proyek infrastruktur.
Sebuah skema pembiayaan inovatif tampil sebagai solusi strategis Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). Skema ini bukanlah sekadar jalan pintas untuk pendanaan, melainkan sebuah paradigma baru dalam pembangunan. Ia adalah jembatan kokoh yang menghubungkan visi dan regulasi pemerintah dengan modal, inovasi, dan efisiensi sektor swasta. Di tengah kompleksitas dan tingginya pertaruhan dalam skema ini, hadirlah PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII. Sebagai single window untuk penjaminan pemerintah, PT PII menjadi katalisator, penjaga gawang, sekaligus motor penggerak yang mengubah wajah investasi infrastruktur di Tanah Air, menjadikannya lebih aman, menarik, dan berkelanjutan.
Bagi pemerintah selaku pemilik proyek, manfaat penjaminan adalah dapat meningkatkan kepastian partisipasi dan pembiayaan swasta bagi pembangunan infrastruktur Indonesia. PT PII juga dapat mendampingi pemerintah melalui pembentukan struktur transaksi yang baik sehingga meningkatkan kepastian keberhasilan transaksi dengan pihak investor yang berujung pada kepastian pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan efisien.
Bagi swasta, penjaminan juga dapat mengurangi eksposur risiko politik di mata investor dan kreditor sehingga dapat berdampak pada penurunan biaya pembiayaan yang harus ditanggung untuk investasi proyek infrastruktur tersebut.
PT PII sebagai Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) juga membantu pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan dalam hal memagari (ring-fence) kewajiban kontinjensi Pemerintah dan meminimalkan kejutan langsung (‘sudden shock’) kepada APBN atas proyek-proyek infrastruktur pemerintah sesuai peraturan perundangan terkait.
Secara ringkas, tujuan pembentukan PII adalah untuk:
Meningkatkan kelayakan kredit dan kualitas proyek-proyek infrastruktur KPBU melalui kerangka evaluasi dan pengelolaan klaim atas penjaminan.
Meningkatkan tata kelola dan transparansi pelaksanaan penyediaan penjaminan.
Memfasilitasi serta mendorong keberhasilan transaksi bagi PJPK (Kementerian, BUMN, Pemda) dengan penyediaan penjaminan untuk proyek KPBU yang baik.
Memagari (ring-fence) kewajiban kontinjensi Pemerintah dan meminimalisir kejutan langsung (‘sudden shock’) kepada APBN.
PII bertindak sebagai Penjamin bagi sektor swasta atas berbagai risiko infrastruktur yang mungkin timbul sebagai akibat dari tindakan atau tidak adanya tindakan Pemerintah yang dapat menimbulkan kerugian finansial bagi proyek KPBU infrastruktur, seperti keterlambatan pengurusan perijinan, lisensi, perubahan peraturan perundangan-undangan, ketiadaan penyesuaian tarif, kegagalan pengintegrasian jaringan/ fasilitas dan risiko-risiko lainnya yang ditanggung atau dialokasikan ke pemerintah dalam masing-masing kontrak KPBU.
Penjaminan yang diberikan oleh PT PII diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
INDONESIA
Mendukung pembangunan ekonomi melalui Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) untuk membangun proyek-proyek infrastruktur yang berkualitas;
Mengurangi biaya infrastruktur dengan beban bunga pinjaman yang lebih rendah, untuk menekan tarif yang dibayarkan masyarakat.
Melindungi Pemerintah dari klaim yang tak terduga dan risiko terhadap kewajiban finansial proyek infrastruktur yang timbul dari penjaminan yang diberikan;
Mendorong atau menstimulasi langkah Pemerintah selanjutnya dalam implementasi KPBU.
PENANGGUNG JAWAB PROYEK KERJASAMA (PJPK)
Menarik minat swasta dan lembaga keuangan dalam berpartisipasi dalam proyek KPBU sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan proyek lebih tinggi dan sesuai jadwal.
Meningkatkan kompetisi dalam proses tender untuk mendapatkan penawaran berkualitas dan harga yang kompetitif.
SEKTOR SWASTA
Mengurangi atau mitigasi risiko yang sulit ditangani oleh sektor swasta.
Meningkatkan transparansi, kejelasan, dan kepastian dalam proses penyediaan penjaminan.
Meningkatkan bankability dari proyek.
Memperpanjang jangka waktu pinjaman yang dapat berpengaruh pada penawaran harga (bid) yang lebih kompetitif.
Mendorong Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) untuk membuat kontrak sesuai praktek terbaik yang berlaku umum dan memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian kerjasama.
Meskipun skema KPBU sangat menjanjikan, investor swasta, terutama dari luar negeri, seringkali dihadapkan pada kekhawatiran. Risiko politik, perubahan regulasi yang tak terduga, atau ketidakpastian pemenuhan kewajiban finansial dari pihak pemerintah adalah beberapa di antaranya. Kekhawatiran ini dapat membuat proyek-proyek yang sebenarnya layak menjadi tidak menarik atau tidak bankable (sulit mendapatkan pendanaan dari bank).
Di sinilah PT PII memainkan peran strategisnya. Didirikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan, PT PII bertugas memberikan penjaminan atas risiko-risiko infrastruktur yang menjadi porsi pemerintah. Peran ini secara fundamental mengubah lanskap investasi infrastruktur di Indonesia.
Jika diibaratkan, PT PII hadir laksana jangkar kokoh di tengah lautan ketidakpastian investasi. Ia memberikan kepastian dan rasa aman yang dibutuhkan investor untuk menanamkan modalnya dalam proyek jangka panjang di Indonesia.
Bagaimana PT PII melakukannya?
Memberikan Penjaminan Pemerintah: PT PII menyediakan instrumen penjaminan yang meng-cover risiko-risiko politik dan risiko wanprestasi dari PJPK (pemerintah). Contohnya, jika pemerintah gagal melakukan pembayaran ketersediaan layanan (availability payment) sesuai kontrak, PT PII akan turun tangan untuk memberikannya kepada investor. Jaminan ini secara drastis mengurangi profil risiko proyek di mata investor dan lembaga keuangan.
Meningkatkan Kelayakan Kredit (Bankability): Dengan adanya penjaminan dari PT PII—sebuah BUMN di bawah Kementerian Keuangan—proyek KPBU menjadi jauh lebih bankable. Lembaga perbankan dan pembiayaan menjadi lebih percaya diri untuk menyalurkan kredit karena risiko kegagalan bayar dari sisi pemerintah telah dimitigasi.
Menurunkan Biaya Modal (Cost of Fund): Karena risiko proyek menjadi lebih rendah, investor dan kreditur bersedia menawarkan biaya modal (suku bunga pinjaman) yang lebih kompetitif. Hal ini membuat total biaya proyek menjadi lebih efisien dan terjangkau.
Proses Pendampingan dan Penyiapan Proyek: Peran PT PII tidak hanya sebatas memberikan stempel jaminan. Sejak tahap awal, PT PII aktif mendampingi PJPK dalam menstrukturkan proyek KPBU agar sesuai dengan praktik terbaik internasional. Mereka membantu memastikan bahwa perjanjian kerja sama disusun secara adil, alokasi risiko sudah optimal, dan proyek tersebut solid dari berbagai aspek.
Beberapa proyek ikonik yang telah merasakan sentuhan penjaminan PT PII antara lain Proyek Palapa Ring (Paket Barat, Tengah, dan Timur) yang menyatukan Indonesia melalui jaringan internet cepat, PLTU Batang berkapasitas 2x1000 MW yang menjadi salah satu PLTU terbesar di Asia Tenggara, serta berbagai proyek SPAM di kota-kota seperti Umbulan dan Bandar Lampung yang menyediakan akses air bersih bagi jutaan jiwa.
Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) telah terbukti bukan lagi sekadar alternatif, melainkan sebuah pilar utama dalam strategi transformasi infrastruktur Indonesia. Skema ini memungkinkan negara untuk mengakselerasi pembangunan tanpa membebani APBN secara berlebihan, sambil memastikan kualitas layanan yang prima bagi masyarakat.
Namun, keberhasilan KPBU tidak dapat dilepaskan dari peran strategis PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII). Sebagai penyedia jaminan pemerintah, PT PII adalah kunci pembuka kepercayaan sektor swasta. Dengan memitigasi risiko dan meningkatkan kelayakan proyek, PT PII memastikan bahwa roda pembangunan infrastruktur terus berputar kencang, membawa Indonesia selangkah lebih dekat menuju cita-citanya menjadi negara maju yang berdaya saing global. Melalui sinergi antara kebijakan pemerintah, partisipasi swasta, dan penjaminan yang kredibel dari PT PII, masa depan infrastruktur Indonesia tampak lebih cerah dan menjanjikan.